Senin, 21 Maret 2011

BK : Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Optimalisasi pelayanan bimbingan dan konseling perlu dilakukan sehingga pelayanan binbingan dan konseling benar-benar memberikan kontribusi pada penetapan visi, misi, dan tujuan sekolah dan madrasah yang bersangkutan. Kegiatan ini disukung oleh manajemen pelayanan yang baik pula guna tercapainya peningkatan mutu pelayanan bimbingan dan konseling. Makalah ini membahas manajemen pelayanan dan bimbingan konseling di sekolah dan madrasah. Semoga makalah ini dapat membantu kita untuk memahami bagaimana manajemen pelayanan bimbingan di sekolah dan di madrasah.
  1. Rumusan Masalah
1.      Apa makna dari manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?
2.      Apa saja prinsip-prinsip manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?
3.      Bagaimana pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling ?
4.      Apa saja kegiatan yang dilakukan oleh coordinator pelayanan bimbingan dan konseling ?
5.      Bagaimana implementasi aspek-aspek manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam pelayanan bimbingan dan konseling ?
  1. Tujuan makalah
1.      Untuk mengetahui makna manajemen pelayanan bimbingan dan konseling.
2.      Untuk mengetahui prinsip-prinsip manajemen pelayanan bimbingan dan konseling
3.      Untuk mengetahui pola manajemen pelayanan bimbingan dan konseling.
4.      Untuk mengetahui koordinator pelayanan bimbingan dan konseling.
5.      Untuk mengetahui implementasi aspek-aspek manajemen berbasis sekolah (MBS) dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

  1. Makna Manajemen Pelayanan dan Bimbingan Konseling
Pengertian bimbingan dan konseling adalah proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing atau konselor kepada individu melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbale balik antara keduanya agar individu memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalah-masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau bisa juga pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor0 kepada individu melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah individu sehingga individu mampu melihat masalahnya sendiri.[1]
Dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling (BK), manajemen dapat berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan aktifitas-aktifitas pelayanan bimbingan dan konseling, serta penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pelayanan BK mengupayakan agar tercapainya efektivitas dan efisiensi serta tercapainya tujuan. Oleh karena itu, manajemen diperlukan dalam pelayanan bimbingan dan konseling dengan tiga alasan, yaitu:
  1. Untuk mencapai tujuan.
  2. Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan (jika ada).
  3. Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi.[2]
  1. Prinsip-prinsip Manajemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Secara umum prinsip-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan (planning),  pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan dan kepempinan (leading), dan pengawasan (controlling).[3]
1.      Perencanaan (planning)
Pelayanan bimbingan dan konseling sebagai suatu proses kegiatan, membutuhkan perencanaan yang matang dan sistematis dari mulai penyusunan program hingga pelaksanaannya. Agar pelayanan bimbingan dan konseling memperoleh hasil sesuai tujuan yang telah dirumuskan, maka kegiatan ini penting dilakukan dan diperlukan mengenai :
a.       Ketersediaan guru BK yang berlatar belakang pendidikan BK.
b.      Tersedianya program BK, sarana dan prasarana, serta instrument-instrumen yang lengkap dan memadai berdasarkan pedoman pelaksanaan dan prinsip-prinsip BK.
c.       Kesamaan sikap dan pandangan seluruh stakeholder pendidikan tentang arti pentingnya BK bagi peserta didik untuk mengenal dan mengantarkan jati dirinya.
2.  Pengorganisasian (organizing)
            Berkenaan dengan pelayanan bimbingan tersebut dikelola dan diorganisir. Sistem pengorganisasi pelayanan bimbingan dan konseling bisa diketahui dari struktur organisasi sekolah tersebut. Organisasinya terdiri atas koordinator, anggota, dan staf administrasi.
Organisasi pelayanan bimbingan meliputi segenap unsure dengan organisasi berikut:








Keterangan: dikutip dari buku "Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah Dalam Era Otonomi Daerah."[4]
3.      Penyusunan personalia (staffing)
Bagaimana para personalia ditetapkan, disusun, dan diadakan pembagian tugas (job description), agar dalam pelaksanaannya menjadi efektif dan efisien sehingga tujuan dapat dicapai dengan baik.
4.      Pengarahan dan kepempinan (leading)
Berkenaan dengan mengarahkan dan memimpin para personalia sehingga bekerja sesuai dengan job atau bidang tugasnya masing-masing, agar aktivitas pelayanan menjadi terarah pada tujuan yang telah ditetapkan.
5.      Pengawasan (controlling).
Berkenaan dengan melakukan pengawasan dan penilaian terhadap kegiatan mulai dari penyusunan rencana program hingga pelaksanaannya, agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaannya.[5]
  1. Pola Manejemen Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Yang dimaksud pola manajemen pelayanan BK adalah kerangka hubungan structural antara berbagai bidang atau sebagai kedudukan dalam pelayanan BK di sekolah dan madrasah kerangka hubungan tersebut digambar dalam suatu struktur organisasi pelayanan BK.
Sesuai dengan pola yang dianut oleh masing-masing sekolah, maka pola manajemen BK ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pola professional dan pola non professional. Yang dimaksud pola professional disini adalah guru pembimbing di sekolah dan madrasah yang bersangkutan direkrut di alumni BK baik strata satu (S1), strata dua (S2), dan strata tiga (S3). Sedangkan yang dimaksud pola non professional adalah guru pembimbing direkrut bukan dari alumni BK. Pola non professional biasanya menetapkan kepala sekolah atau kepala madrasah, guru mata pelajaran tertentu, atau wali kelas sebagai petugas bimbingan.
Dari keterangan tersebut, maka pola manajemen/ struktur organisasi layanan BK di sekolah/madrasah yang menganut pola professional akan berbeda dengan struktur organisasi sekolah yang menganut pola non professional. Dan sesungguhnya tidak ada pola-pola manajemen yang baku dalam pelayanan BK. Sekolah dan madrasah bisa menemukan sendiri pola-pola manajemen pelayanan BK sesuai kebutuhan sekolah dan madrasah.

 


Contoh pola manajemen BK yang professional adalah sebagai berikut:


Dikutip dari  buku Tohirin yang berjudul Bimbingan dan Komseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi.[6]
Pada pola manajemen atau struktur organisasi pelayanan BK di atas, ditunjuk coordinator pelayanan BK dan coordinator menetapkan tenaga-tenaga bimbingan (staf bimbingan) yang lain dan tenaga penunjang. Coordinator bertanggung jawab atas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah yang bersangkutan.

Contoh pola manajemen BK yang non professional adalah sebagai berikut:



Dikutip dari  buku Tohirin yang berjudul Bimbingan dan Komseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi.[7]
Pada pola manajemen atau struktur organisasi pelayanan BK diatas, kepala sekolah atau madrasah tidak bertugas sebagai pembimbing utama. Namun pola di atas juga menunjukkan bahwa sekolah atau madrasah yang bersangkutan belum atau tidak memiliki petugas atau tenaga bimbingan khusus, karena pelayanan bimbingan dan konseling dilaksanakan oleh wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas. Dengan pola di atas, wakil kepala sekolah urusan kesiswaan dan para wali kelas memiliki tugas rangkap.[8]

  1. Koordinator Pelayanan Bimbingan dan Konseling
Sebagai penanggung jawab utama pelayanan bimbingan dan konseling, coordinator memegang administrasi bimbingan yaitu mengatur kerjasama tenaga-tenaga bimbingan dan mengarahkan semua aktifitas atau kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
            Seorang koordinator harus memenuhi tuntunan pendidikan akademik dan harus mampu menciptakan jaringan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan pelayanan bimbingan. Selain itu, coordinator harus menunjukkan sikap menghargai, menghormati, profesionalitas dan memberikan kebebasan anggotanya dalam berkomunikasi.
            Coordinator juga berarti mengadministrasi dan membagi tugas para anggota stafnya sesuai dengan jabatannya masing-masing dan mengikuti, ketentuan-ketentuan yang berlaku di sekolah/madrasah yang bersangkutan. Khususnya menyangkut pengangkatan,pemberhentian, pengajian, kenaikan pangkat, dan sebaginya.
Selain itu, koordinator mengatur hubungan kerjasama diantara para tenaga bimbingan dengan tenaga pembantu administratif atau tata usaha. Dalam mengadministrasikan, sebaiknya membedakan antara kegiatan-kegiatan berikut:
  1. Kegiatan profesional intern di antara anggota staf dan bimbingan.
  2. Kegiatan membina hubungan dengan masyarakat, instansi pendidikan lain, atau tenaga penunjang di luar sekolah yang bersangkutan.
  3. Kegiatan yang berupa penulisan laporan yang harus dikerjakan oleh masing-masing tenaga bimbingan.
  4. Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pembantu administrative.
  5. Kegiatan profesional ekstern yang berupa implementasi dari pelayanan bimbingan yang diberikan kepada orang lain.[9]

  1. Implementasi Aspek-aspek MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling
1.      Makna dan Tujuan MBS
Manajemen berbasis sekolah adalah strategi untuk mewujudkan sekolah/madrasah yang efektif, efisien dan produktif. MBS merupakan paradigma baru dalam manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada sekolah/madrasah dan melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.[10]
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Tohirin disebutkan bahwa MBS adalah penataan system pendidikan yang memberikan keleluasaan kepada warga sekolah untuk memanfaatkan semua fasilitas dan media yang tersedia untuk menyelenggarakan pendidikan bagi siswa, dan mampu mempertanggung-jawabkannya secara penuh.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa MBS merupakan model manajemen yang memberikan otonomi lebih luas kepada sekolah termasuk madrasah, serta mendorong sekolah dan madrasah meningkatkan partisipasi warga sekolah/madrasah dan masyarakat untuk mencapai tujuan sekolah dan madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.
MBS dengan konsepsi diatas, menurut Depdiknas bertujuan antara lain untuk: (a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerja sama, akuntabilitas, inisiatif sekolah (madrasah) dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. (b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah (madrasah) bersama masyarakat dalam penyelenggaraan  pendidikan, duduk bersama untuk pengambilan keputusan. (c) Meningkatkan tanggung jawab sekolah (madrasah) kepada stakeholders terutama kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah.[11]

2.   Implementasi Aspek-aspek MBS
Penyusunan program bimbingan dan konseling dan pelaksanaannya tidak mungkin bisa dilakukan sendiri oleh kepala sekolah atau oleh petugas bimbingan sekolah, maka program tersebut akan melibatkan berbagai pihak yang terkait di sekolah (stakeholders) agar dapat mencapai peningkatan mutu pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.[12]



           


BAB III
KESIMPULAN

            Dari pembahasan makalah kami, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Dalam konteks pelayanan bimbingan dan konseling (BK), manajemen dapat berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan aktifitas-aktifitas pelayanan bimbingan dan konseling, serta penggunaan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2.      Secara umum prinsip-prinsip manajemen pelayanan BK meliputi perencanaan (planning),  pengorganisasian (organizing), penyusunan personalia (staffing), pengarahan dan kepempinan (leading), dan pengawasan (controlling).
3.      Pola manajemen BK ini terbagi menjadi dua bagian, yakni pola professional dan pola non professional.
4.      Sebagai penanggung jawab utama pelayanan bimbingan dan konseling, coordinator memegang administrasi bimbingan yaitu mengatur kerjasama tenaga-tenaga bimbingan dan mengarahkan semua aktifitas atau kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah yang bersangkutan.
5.      Manajemen berbasis sekolah adalah strategi untuk mewujudkan sekolah/madrasah yang efektif, efisien dan produktif. MBS merupakan paradigma baru dalam manajemen pendidikan yang memberikan otonomi luas pada sekolah/madrasah dan melibatkan masyarakat dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.



DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Ara dan Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. Pustaka Educa. Bandung. 2010.
Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era Otonomi Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008.
Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. PT Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.


[1] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. (PT Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007). Hlm 26.
[3] Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era Otonomi Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008. Hlm 315-316.
[4] Matry, Nurdin. Implementasi Dasar-dasar Manajemen Sekolah dalam Era Otonomi Daera. Aksara Madani. Makasar. 2008. hlm 317.
[6] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. PT Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.hlm 281
[7] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. PT Raja Gravindo Persana. Jakarta. 2007.hlm 278.
[8]Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. (PT Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007) Hlm 279-281.
[10] Hidayat, Ara dan Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. (Pustaka Educa: Bandung. 2010). hlm 57.
[11] Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. (PT Raja Gravindo Persana: Jakarta. 2007) hlm 285-286.

2 komentar:

  1. ass sobat...
    trimakasih sekali atas artikelnya...sangat berguna sekali untuk saya,,

    BalasHapus